|
Urip Iku Urup |
"Urip Iku Urup". Nemu kalimat itu di salah satu tempat makan di dekat pondokan KKN (Poncosari, Srandakan). Secara tidak langsung ketika melihat tulisan itu saya terpikir sejenak, "Bagus kalimatnya."
Dan di bawah tulisan itu terdapat satu kalimat "Hidup harus bermanfaat".
Mencoba menelusuri lebih dalam (sambil nunggu pesanan jadi :v), saya rasa kalimat itu memiliki makna tersirat yang simple tapi luas. Emh sebelumnya, mungkin perlu digarisbawahi kalau saya memang agak tertarik jika membicarakan tentang kehidupan. Jadi mohon maaf, jika nanti jadinya saya seperti banyak omong (nggak mungkin ya? :p)/berlebihan/jadi ngalor-ngidul/dan sebagainya/dan atau malah jadi "belibet" (kebiasaan :p), hehehe :D
Oke, kembali ke topik.
"Urip iku Urup". Digambarkan dengan api yang membara. Ya, api. Dan saya jadi menganalogikan bahwa api itu adalah hidup kita. Mulai dari menyalakan sampai dengan api itu mati. Setelah mulai dinyalakan, untuk membuat api itu menyala dengan stabil, diperlukan suatu perlakuan-perlakuan dan usaha yang tidak sedikit. Begitu juga dengan hidup, mulai dari bayi, untuk menjadi anak-anak yang bisa berjalan, berbicara, melakukan berbagai aktivitas, diperlukan berbagai latihan dan ajaran dari orang tua dan sekitarnya. Hingga pada akhirnya, api itu mulai bisa menyala dengan stabil. Tetapi masih diperlukan penjagaan, terutama dari angin atau hal lainnya yang mempengaruhi nyala api.
Lalu, apakah api itu akan semakin besar dan semakin bermanfaat? Ataukah api itu akan semakin besar namun semakin membahayakan?
Tentang bermanfaat atau membahayakannya api, bergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah tempat, lingkungan dimana api itu berada. Jika api bisa menyala dan/atau membara sesuai dengan "tempatnya", maka api itu bisa dikatakan bermanfaat. Jika tidak, jelaslah membahayakan. Misalnya adalah ketika api itu berada di dekat gas dengan jarak sedemikian pada arah x, maka api itu harusnya tidak menyala/membara sampai jarak sedemikian ke arah x tersebut. Begitu juga dengan hidup. Semakin kita bertambah usia, kita akan berkembang. Entah itu berkembang menjadi lebih baik ataupun buruk, kembali ke diri kita. Ingin menjadi api yang bermanfaat ataukah yang membahayakankah kita? Dan pada bagian inilah, saya rasa "Urip Iku Urup" itu tersirat.
Lalu lama-kelamaan, api itu akan semakin mengecil dan api itu akan padam. Hidup semakin menua, semakin "menurun", dan nantinya akan usai menjalani hidup di dunia ini.
Dan api tidak selalu berhasil menyala sampai ke stabil, terkadang belum sempat membara, api bisa saja sudah padam. Dan api tidak selalu memenuhi tiga fase tersebut (ke stabil, mulai menyala, mulai mengecil dan padam). Bisa saja api padam di salah satu fase tersebut atau diantara kedua fase. Begitu juga hidup.. *iykwim
Paragraf di atas, hanyalah opini saya saja ketika barusan melihat tulisan tersebut. Belum ada tambahan refarensi dari sumber lain (karena belum nyari-nyari dan belum pernah dengar sebelumnya *duh,cupu!). Jadi, (mungkin) belum teruji kebenarannya, hehe.
Dan setelah mencoba ngutek-ngutek di mbah gugel, "Urip itu Urup" itu merupakan salah satu filosofi hidup orang jawa. (Untuk lebih jelasnya, monggo cari sendiri :p)
Dan paragraf di atas bukanlah lebih ke "Urip iku Urip", tetapi tentang analogi api dan kehidupan. Dan sekali lagi, itu hanya opini saya sampai saat ini.