23 August 2015

Saya Gaptek

Saya Gaptek. Saya anak yang kuliah di Ilmu Komputer tetapi Gaptek.
Beberapa kali dibilang, "anak komputer kok nggak punya pin bb sih." ketika saya menjawab, "tidak ada" setelah mereka menanyakan pin bb saya.
Sering kali saya menjawab,"tidak tahu." ketika ada yang tanya tentang harga laptop yang murah.

Jarang ada yang bertanya atau meminta,"ajarin aku java dong". Dan saya tidak menjawabnya dengan kata "Iya" sepenuhnya, karena saya Gaptek. Tetapi pertanyaan dan/atau pernyataan inilah yang paling dapat "diterima".

:v

TTM

TTM - Tolong Terima kasih Maaf
Pas pulang ke kontrakan Mas, nemu tiga buku ini. Buku-buku bantal punya keponakan. Judul dan isinya berkaitan sama salah satu bagian postingan sebelumnya - TTM. Tolong, Terima kasih, Maaf. :D

19 August 2015

KKN49 - Pelajaran, Pelajaran, dan (Untuk Kesekian Kali) Dunia ini Sempit

Tak terasa, hari ini sudah hari ke-49 KKN. 
49 hari berada di daerah baru,
49 hari serumah sama orang-orang baru,
49 hari melakukan aktivitas yang sedikit baru,
49 hari... (apa lagi ya?)

Yang jelas, sampai hari ke 49 ini, manis-asem-pedes-asin-gurih-pahit nya sudah mulai terasa. Dan yang pasti, saya tidak perlu bercerita tentang manisnya yang apa, asemnya yang apa, sampai yang mana sih yang pahit. Dan pengennya sih bisa ngambil pelajaran dan hikmahnya dari semua itu. (eaaak, wkwk)
Dan pelajaran-pelajaran itu... (secara umum) 

Tolong, Terimakasih, Maaf - Tiga kata yang penting 
Iya, penting. Tiga kata yang (biasanya) sudah diajarkan sejak kecil.
Untuk bicara ke orang yang udah dikenal aja, seringkali tiga kalimat itu juga masih penting. Apalagi untuk orang yang baru kita kenal. Lhah kenapa?
Kalau menurut saya sih, nggak semua orang suka (/dengan senang hati) diperintah ini-itu. Setiap orang pasti lebih suka apabila dimintai tolong dengan baik-baik dan apalagi jika bisa saling tolong-menolong (nggak cuma satu pihak).

Lalai dalam mengatur emosi, bisa mengubah segalanya
Gampangan mana coba, ngatur emosi apa ngatur anak-anak? wkwk *saya nggak  jawab yaa
Eemh, kalau mengubah segalanya? (jangan artikan yang berlebihan ya)
Iya, mengubah segalanya itu seperti merubah cara pandang seseorang terhadap diri kita, misal yang tadinya biasa menjadi sungkan, terus merubah (secara tidak langsung) perlakukan kita terhadap orang yang membuat (?) kita emosi, misalnya menjadi lebih ketus bicaranya ke dia.. terus, apalagi ya? 
Emh, pokoknya mengatur emosi itu penting lah.

Seseorang tidak dapat dinilai hanya dengan cara sekali lihat saja
Waktu pertama kali bertemu teman-teman KKN, berbagai penilaianpun muncul secara tidak langsung dari kita. Namun lama kelamaan, seringkali orang yang kita nilai X ternyata Y, begitu juga sebaliknya. Seringkali penilaian awal, berkebalikan dengan kenyataan. Haha.
 
Jangan menilai sesuatu dari sisi luarnya saja
Hampir sama seperi di atas sih. Dengan cara sekali lihat, pasti kita cuma menilai dari sisi luarnya saja. Emh analoginya gini, "Wah dia pake warna hitam, pasti dia nggak suka yang gemerlapan atau warna-warna nih." Padahal alasan kenapa dia pake baju warna hitam waktu itu adalah karena baju-baju dia yang penuh warna dan biasanya sering ia pakai masih kotor dan belum dicuci. Jadi... *u know laah

Mungkin kita sudah mulai lelah atau bosan, tapi jangan lupakan prinsip kita dan/atau kebiasaan baik yang biasa kita lakukan sebelumnya
Seberapa kuat kita menjaga prinsip kita? Seberapa kuat kita menjaga kebiasan-kebiasan baik yang telah kita miliki sebelumnya?
Disinilah, ketika bersama orang-orang baru yang sebelumnya belum pernah bertemu dan dengan (kemungkinan) memiiki prinsip dan/atau kebiasaan yang berbeda, kita diuji.
Dan semoga kita dapat selalu menjaga dan meningkatkan segala hal yang baik-baik, sesuai oleh-Nya. Aamiin ()

Menyesuaikan diri dengan cepat juga penting
Setiap orang memiliki kelihaian menyesuaian diri dengan cepat yang berbeda-beda. Ada yang hanya sekali jumpa, langsung bisa menyesuaikan, tetapi ada juga yang butuh waktu lama - 2 bulan tidak cukup. 
Yaa tetapi bagaimana lagi, mungkin yang butuh waktu lama itu setidaknya tetap berusahalah. *iya, berusahaa :/

Dan.. (yang ini bukan pelajaran :v)
(Untuk Kesekian kali) Dunia ini sempit
Bisa-bisanya saya bertemu dengan orang asli Ngawi yang menjadi warga Wonotingal (dusun tempat saya KKN) yang ternyata adalah tetangga kakak ipar saya yang juga saudara tetangga saya dan sudah tahu orang tua saya serta kita pernah ketemu waktu kecil, pada malam tirakatan (malam 17 Agustus) di tempat KKN - hasil plotingan. :v
*Kenapa "untuk kesekian kali"? ya karena kejadian kek gini gak cuma kali ini **YDS :v

09 August 2015

Urip Iku Urup

Urip Iku Urup
"Urip Iku Urup". Nemu kalimat itu di salah satu tempat makan di dekat pondokan KKN (Poncosari, Srandakan). Secara tidak langsung ketika melihat tulisan itu saya terpikir sejenak, "Bagus kalimatnya." 
Dan di bawah tulisan itu terdapat satu kalimat "Hidup harus bermanfaat".
Mencoba menelusuri lebih dalam (sambil nunggu pesanan jadi :v), saya rasa kalimat itu memiliki makna tersirat yang simple tapi luas. Emh sebelumnya, mungkin perlu digarisbawahi kalau saya memang agak tertarik jika membicarakan tentang kehidupan. Jadi mohon maaf, jika nanti jadinya saya seperti banyak omong (nggak mungkin ya? :p)/berlebihan/jadi ngalor-ngidul/dan sebagainya/dan atau malah jadi "belibet" (kebiasaan :p), hehehe :D

Oke, kembali ke topik.
"Urip iku Urup". Digambarkan dengan api yang membara. Ya, api. Dan saya jadi menganalogikan bahwa api itu adalah hidup kita. Mulai dari menyalakan sampai dengan api itu mati. Setelah mulai dinyalakan, untuk membuat api itu menyala dengan stabil, diperlukan suatu perlakuan-perlakuan dan usaha yang tidak sedikit. Begitu juga dengan hidup, mulai dari bayi, untuk menjadi anak-anak yang bisa berjalan, berbicara, melakukan berbagai aktivitas, diperlukan berbagai latihan dan ajaran dari orang tua dan sekitarnya. Hingga pada akhirnya, api itu mulai bisa menyala dengan stabil. Tetapi masih diperlukan penjagaan, terutama dari angin atau hal lainnya yang mempengaruhi nyala api. 

Lalu, apakah api itu akan semakin besar dan semakin bermanfaat? Ataukah api itu akan semakin besar namun semakin membahayakan? 
Tentang bermanfaat atau membahayakannya api, bergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah tempat, lingkungan dimana api itu berada. Jika api bisa menyala dan/atau membara sesuai dengan "tempatnya", maka api itu bisa dikatakan bermanfaat. Jika tidak, jelaslah membahayakan. Misalnya adalah ketika api itu berada di dekat gas dengan jarak sedemikian pada arah x, maka api itu harusnya tidak menyala/membara sampai jarak sedemikian ke arah x tersebut. Begitu juga dengan hidup. Semakin kita bertambah usia, kita akan berkembang. Entah itu berkembang menjadi lebih baik ataupun buruk, kembali ke diri kita. Ingin menjadi api yang bermanfaat ataukah yang membahayakankah kita? Dan pada bagian inilah, saya rasa "Urip Iku Urup" itu tersirat. 

Lalu lama-kelamaan, api itu akan semakin mengecil dan api itu akan padam. Hidup semakin menua, semakin "menurun", dan nantinya akan usai menjalani hidup di dunia ini.

Dan api tidak selalu berhasil menyala sampai ke stabil, terkadang belum sempat membara, api bisa saja sudah padam. Dan api tidak selalu memenuhi tiga fase tersebut (ke stabil, mulai menyala, mulai mengecil dan padam). Bisa saja api padam di salah satu fase tersebut atau diantara kedua fase. Begitu juga hidup.. *iykwim


Paragraf di atas, hanyalah opini saya saja ketika barusan melihat tulisan tersebut. Belum ada tambahan refarensi dari sumber lain (karena belum nyari-nyari dan belum pernah dengar sebelumnya *duh,cupu!). Jadi, (mungkin) belum teruji kebenarannya, hehe.
Dan setelah mencoba ngutek-ngutek di mbah gugel, "Urip itu Urup" itu merupakan salah satu filosofi hidup orang jawa. (Untuk lebih jelasnya, monggo cari sendiri :p)
Dan paragraf di atas bukanlah lebih ke "Urip iku Urip", tetapi tentang analogi api dan kehidupan. Dan sekali lagi, itu hanya opini saya sampai saat ini.
"Sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa.
Sesuatu yang tak pernah akan kita ketahui, kapan kita akan mengalaminya."
Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun.
Malam jumat di dua minggu terakhir ini, saya harus mendengar dua berita duka - Saudara dan Guru. Saudara yang waktu lebaran kemarin masih sempat bertemu, dan Guru kesenian SMA yang begitu bersahabat, ramah dan juga sering kali mengomentari postingan Facebook murid-muridnya.
Antara menduga dan tidak menduga.
Menduga dengan pasti bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Tidak menduga bahwa beliau-beliau akan kembali kepada-Nya saat itu.
Emh.
Semoga beliau-beliau khusnul khotimah.

Begitulah.., :(
Dan saya kembali tidak bisa menuliskan sepenuhnya tentang apa yang awalnya ingin saya utarakan sebelumnya.

01 August 2015

Opini #3

Mungkin kamu akan bisa berkata,"(ternyata) merekalah yang bisa memberikan kenyamanan." ketika kamu sekarang sedang bersama yang lain - yang bukan seperti mereka.
back-to-top
Berteman